Ketika itu nabi Zakariya berdoa kepada Tuhan-Nya, wahai Tuhanku! Karuniakan lah kepadaku dan sisi-Mu dzuriat keturunan yang baik, sesungguhnya Engkau senantiasa Mendengar (menerima) doa permohonan." (QS. Ali Imron : 38)
Anak memiliki posisi istimewa dalam islam. Selain sebagai cahaya maka keluarga, anak juga merupakan pelestari pahala bagi kedua orang tuanya. Bagi sebuah keluarga, anak adalah penerus nasab (garis keturunan). Rasulullah saw. Bersabda : "Bilamana manusia telah meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali 3 hal: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang bermanfaat, (3) anak shalih yang mendoakanya" (HR. Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud).
Anak shalih akan senantiasa mengalirkan pahala bagi kedua orang tuanya sekalipun keduanya telah wafat. Dengan demikian, selayaknya orang tua muslim memperhatikan pendidikan anak-anaknya agar menjadi shalih dan shalihah. Kesadaran akan pentingnya mendidik anak shalih akan termotivasi setiap orang tua muslim untuk memperhatikan pembinaan anak-anaknya agar menjadi pribadi-pribadi yang mulia. Jangan sampai anak keturunanya tergelincir ke jurang neraka akibat ketidak fahaman terhadap islam dan hukum-hukumnya.
Perhatian terhadap pendidikan yang menghasilkan iman dan taqwa yang kuat akan menjadi perhatian bagi setiap keluarga muslim. Allah SWT berfirman :
"Wahai orang-orang beriman jagalah diri kalian beserta keluarga kalian dari siksa api neraka" (QS. At Tahrim : 6).
Bagi bangsa dan negara, anak adalah generasi penerus masa depan. Anak pada masa depan adalah aset sumber daya manusia yang sangat berharga serta menentukan jatuh bangunnya sebuah bangsa. Anak juga menjadi pewaris generasi yang akan datang. Perhatian terhadap pentingnya kelanjutan generasi yang akan datang tergambar dalam Al Quran :
"Mereka berdoa" Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami istri-istri dan anak-anak yang menggembirakan hati kami, dan jadikanlah kami sebagai pemimpin orang-orang yang bertaqwa"(QS. Al-Furqan : 74).
Perhatian islam terhadap anak menunjukan pentingnya posisi anak dalam ketahanan masyarakat dan negara. Generasi yang memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi terhadap Allah SWT akan mengisi setiap ruang kehidupan umat islam dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Harus mampu berupaya mengembangkan sistem pembelajaran yg menumbuhkan semua potensi anak, baik potensi ruhiyah, ketaqwaan kepada Allah SWT, pola pikir islami, kemandirian, ilmu pengetahuaan, dan ketrampilan hidup. Semua itu merupakan program pembentukan karakter islami untuk mencapai kompetensi sukses di dunia akherat.
Sebuah tragedi memilukan dan susah untuk dipahami, seorang anak kecil tewas terbunuh oleh orang tuanya sendiri, lantaran orang tua gregetan atas tangisan sang anak yang tidak segera berhenti. Sang ayah pun "menperlihatkan" kekuatanya, sehingga darah dagingnya tersebut menghembuskan nafas terakhir, ditangan orang tuanya sendiri. Kisah memilukan semacam ini bukan imajinatif, tetapi pernah terjadi. Sebuah tindak kekerasan orang tua di lingkungan keluarga. Yang semua terjadi karena sikap emosi dan ketidak sabaran. Padahal, tubuh mungil itu seharusnya mendapatkan belaian kasih sayang. Karena kewajiban bagi orang tua untuk memberikan bimbingan bagi anak, sebagai implementasi amanah yang dibebankan kepada orang tua. Meski saat menghadapi sang anak, tak mustahil orang tua merasa kewalahan karena perilaku yang tidak menyenangkan dari si anak. Begitulah, anak yang merupakan amanah, tetapi juga bisa menjadi sumber cobaan.
Kasih sayang merupakan prinsip islam
Sifat rahmat dalam agama kita cakupanya meliputi dunia dan akherat, manusia, hewan, bangsa burung dan lingkungan. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman yang artinya
"Dan rahmatku meliputi segala sesuatu" (QS. Al Araf : 156).
Dalam ayat diatas Allah menyifati diri Nya dengan sifat rahmat. Allah SWT berfirman yang artinya
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam". (QS. Al Anbiya : 107).
Kata al 'amin dalam ayat di atas bersifat umum, menyangkut manusia, jin, hewan, burung, binatang-binatang penghuni daratan maupun lautan. Allah menerintahkan (kaum muslimin) bersikap kasih sayang dalam segala hal dan tindakan. Semakin lemah seorang makhluk (manusia), maka curahan kasih sayang padanya mesti lebih besar, dan kelembutan kepadanya lebih dituntut lagi. Oleh karena itu, Allah SWT melarang menghardik anak yatim dan berbuat jahat kepadanya. Allah SWT berfirman yang artinya : "Dan adapun terhadap anak yatim, maka jangalah engkau bertindak sewenang-wenang."
(QS. Adh Dhuha : 9).
Siapapun menyukai kelembutan dan sikap simpatik. Hal ini sudah menjadi tabiat manusia, mereka lebih menyenangi sosok-sosok yang penampilanya sejuk tidak angker. Cerminan implementasi kasih sayang ini telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW, beliau memperingatkan orang yang tidak mempunyai kasih sayang pada anak-anaknya.
Bukan kekerasan, tetapi lemah lembut
Ditengah keluarga, anak-anak juga mempunyai hak layaknya anggota keluarga lainya. Terutama hak untuk meraih hangatnya kasih sayang dari orang tua ataupun penghuni rumah yang lain. Anak-anak merupakan bagian dari keluarga yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang penuh, supaya pertumbuhan jasmani dan psikisnya baik. Semakin lemah seorang makhluk (manusia), maka curahan kasih dan sayang, sikap lemah lembut kepadanya, semestinya lebih besar. Nabi SAW memerintahkan untuk mencurahkan perhatian ekstra terhadap anak-anak, wanita, dan orang tua renta,& atau orang yang belum tahu (jahil).
Sebagai contoh, Nabi Muhammad SAW tidak mencaci orang badui yang kencing di masjid, juga tidak memukulnya. Sebab orang tersebut belum mengetahui hukum dan kondisi. Oleh karena itu. Beliau SAW tidak bersikap kasar kepadanya justru melarang sebagian sahabat yang berniat untuk menghentikan polahnya yang tidak terpuji di masjid. Itulah karakter yang mendominasi pribadi Nabi SAW, menjadi uswah (teladan) bagi seorang guru, pendidik ataupun orang tua. Sifat kelembutan dan kasih sayang menjadi simbol, apalagi kepada anak-anak. Allah SWT berfirman :
" Dan sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik pada kalian, (yaitu) orang yang mengharapkan pertemuan dengan Allah dan mengingat Allah dengan banyak".
(QS. Al Ahzab : 21).
Apabila rasa cinta, kasih sayang orang tua (dan pendidik) kurang tercurahkan pada diri anak-anak. Tidak mustahil sang anak akan tumbuh sebagai pribadi yang berperilaku yang negatif ditengah konunitasnya. Misalnya tidak pandai berinteraksi dengan orang luar, kurang memiliki kepercayaan diri, kurang memiliki kepekaan sosial, tidak mau menumbuhkan semangat gotong royong dan pengorbanan. Kelak, kadang-kadang tidak bisa menjadi seorang ayah yang penyayang atau pasangan yang baik interaksinya, juga tidak bisa berperan sebagai tetangga yang enggan mengganggu tetangganya dan efek negatif lainya. Sebab itu, merupakan kewajiban bagi orang tua untuk memenuhi kebutuhan cinta dan kasih kepada anak-anaknya.
Kezaliman akan mendapat balasan
Islam menberlakukan juga cara mendidik anak dengan sanksi (iqab). Namun bentuk-bentuk sanksi itu merupakan pilihan terakhir, dan harus sesuai dengan rambu-rambu yang telah digariskan islam. Orang tua (setiap muslim) tidak boleh bertindak aniaya kepada siapa saja, apalagi menjadikan anak-anak sebagai pelampiasan kemarahan, kompensasi dari stress ataupun kejengkelan yang sedang menyelimuti kepala orang tua. Menghukum orang dewasa yang tidak bersalah saja dilarang keras oleh islam, apalagi menghukum anak-anak yang masih kecil yang tidak berdosa dan tidak salah.
Tindakan semena-mena yang dilakukan oleh oknum orang tua,ibu, atau ayah, baik yang bersifat fisik, emosi atau psikis, tetap saja termasuk dalam kategori kezaliman yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Allah SWT berfirman yang artinya :
"Maka, Demi Rabb-mu, Kami pasti akan menanyai mereka semua".(QS. Al Hijr : 92).
Rasulullah saw menyatakan dalam hadits hasan riwayat an Nasai : "Sesungguhnya Allah akan menanyakan setiap penggembala (setiap orang yang diamanahi dengan tanggung jawab) tentang apa yang menjadi tanggung jawabnya, apakah ia memeliharanya atau menyia-nyiakan?".Efek negatif kekerasan pada anak dalam rumah tangga
Orang tua yang sukses dalam mendidik anak harus menjauhi cara-cara hukuman fisik. Impian setiap pasanagan adalah anak-anak mereka tumbuh dan berkembang secara optimal, agar kelak menjadi manusia yang memiliki kepribadian matang. Kekerasan, disamping merupakan tindakan sia-sia, hal itu juga berbahaya bagi pelaku dan objeknya. Metode mendidik dengan tindakan fisik, seperti menampar, mencubit atau memukul tidak efektif memberikan penyadaran. Justru sangat mungkin akan menimbulkan luka batin, trauma, serta mengganggu pertumbuhan kepribadian anak. Dia akan menjadi pendiam dan menyimpan kebencian karena karakternya sudah hancur oleh penghinaan dan ejekan. Atau sebaliknya, sang anak menjadi hiperaktif atau dia justru mengalami depresi. Sangat mungkin pula terjadi, anak menjadi dendam saat beranjak dewasa nanti atas perlakuan orang tuanya yang menyakitkan. Bahkan kemungkinan juga terjadi cacat fisik atau kematian. Pada saat itulah akan muncul penyesalan, namun nasi sudah menjadi bubur. Oleh karena itu untuk menjadi perhatian kita, bahwa berinteraksi dengan anak kecil harus dilandasi dengan sifat kasih sayang dan cinta, kekerasan hanya akan menimbulkan efek yang negatif bagi anak. Selain itu telah jelas bahwa islam melindungi hak-hak anak-anak dan setiap apa yang kita lakukan, termasuk kezaliman, maka perbuatan seperti ini akan mendapat balasan. Na'udubillahi min dzalik. (Sumber : Risalah Jumat)
No comments:
Post a Comment