Syahidah pertama dalam islam, Sumayyah binti Khayyath


Sumayyah binti Khayyath adalah seorang sosok seorang mukminah yang memiliki harga diri (izzah) yang tinggi dan memiliki keikhlasan yang luarbiasa. Bersama suaminya Yasir dan anaknya Amar, beliau mentauladankan sebuah potret keluarga muslim yang sempurna. Merekalah keluarga yang pertama kali secara total menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan dengan kesabaranya mereka mendapat jaminan surga dari Rasulullah saw dengan katanya," Bersabarlah, wahai keluarga Yasir! Bersabarlah wahai keluarga Yasir! Sesungguhnya tempat tinggal yang di janjikan kalian adalah surga."

Menurut kebiasaan bangsa Arab pada masa jahiliyah, setiap orang asing (pendatang) atau orang yang tertindas di suatu negara yang ingin masuk Mekah, harus menjalin perjanjian dengan tokoh masyarakat untuk meminta perindungan dan jaminan keamanan. Demikian pula yang dilakukan Yasir. Yasir adalah pendatang dan pengungsi  dari Shan'a (Yaman) ke Mekah (umul Qura). Untuk memasuki kota Mekah, ia harus mengadakan perjanjian dengan Abu Hudzaifah bin Mughirah Al Makhzumi dan siap menjadi pelayan keluarganya, meskipun Abu Hudzaifah tergolong seorang yang miskin di tengah keluarga dan masyarakatnya.

Pada hari-hari pertamanya di kota Mekah, Yasir menjalani kehidupannya dengan penuh ketenangan dan kebahagiaan. Ia berusaha menyingkirkan semua beban  kesulitan dan kegelisahan masa membujang. Ia menjalankan semua tugas dari majikanya dengan penuh keikhlasan dan amanah. Di rumah Abu Hudzaifah, tinggal juga seorang budak perempuan yang bernama Summayyah binti Khayyath. Ia memiliki keikhlasan dan semangat bekerja yang luar biasa. Ia juga selalu berusaha menjauhkan diri dari masyarakat yang mempunyai kebiasaan melakukan perbuatan-perbuatan jahiliyah.

Di awal menjadi budak. Hal itu sempat menyebabkan jiwanya goncang dan berontak. Namun ia menyadari bahwa lolos dan selamat dari suratan nasibnya adalah suatu yang tidak mungkin. Dan, ia harus menjalani kehidupan yang menurunkan martabat kemanusiaanya itu. Akhirnya, jiwanya dapat kembali melihat realita kehidupan ini meski dengan penuh kekesalan dan penyesalan.

Sewaktu jiwanya resah seperti itu, ia dapati seorang budak laki-laki. Yasir bin Ammir bin Malik mengalami nasib serupa dengannya. Kesamaaan nasib mempertemukan Yasir dan Summayyah. Kondisi ini yang menyatukan perasaan dan hati mereka sehingga tumbuh cinta dan belas kasihan yang besar. Yasir pun menyampaikan keinginannya untuk menikahi Summayyah kepada majikanya kemudian Abu Hudzaifah pun memenuhi permintaanya.

Akhirnya, Yasir membangun kehidupan berumah tangga bersama Summayyah dan di karuniai seorang anak bernama Ammar bin Yasir. Ammar tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas. Ia belajar dari setiap perjalanan hidup orang tuanya. Ia menyadari kebodohan orang tuanya sehingga mereka tertindas oleh penderitaan seperti itu. Di saat itulah Ammar ingin mengetahui lebih jauh tentang kenabian Al Amin Muhammad saw melalui dakwah yang disampaikan yaitu dakwah yang menyeru pada keadilan, persamaan dan kebebasan. Islam menyerukan kepada manusia untuk menanggalkan semua bentuk penyembahan berhala dan beriman kepada Allah swt, yang Maha tunggal, Dzat yang kepada-Nya bergantung semua makhluk, yang menciptakan langit dan bumi, dan mencipta segala sesuatu.

Amar selalu merindukan pertemuan dengan Rasullulah saw. Ammar turut serta berkumpul bersama para pengikut Rasullulah saw secara sembunyi-sembunyi pada malam hari di rumah Aqram untuk mendengarkan dakwah Rasullullah saw. Sesampainya di rumah Amarpun bercerita tentang pertemuanya dengan Rasullulah saw yang mulia Ammar mengajak kedua orang tuanya untuk beriman, kemudian Ammar berusaha untuk mempertemukan kedua orang tuanya dengan Rasullulah saw untuk menyatakan keislaman mereka di hadapan beliau dan menyatakan kesaksian mereka akan keesaan Allah serta kerasulan Muhammad.Summayyah dan Yasir membenarkan ajaran yang di yakini anaknya. Hati mereka telah mantap mengikuti jejak anaknya, terlebih setelah mereka bertemu langsung dengan Muhammad saw.

Beberapa hari setelah keimananya itu, keluarga Yasir menyembunyikan keislamanya. Mereka merahasiakan pertemuan-pertemuannya dengan Rasullulah. Namun, rahasia keislamanya itu tak lama kemudian terungkap. Keluarga Sumayyah menyatakan diri sebagai pengikut Muhammad bin Abdullah dan mereka melepaskan diri dari agama nenek moyang. Mereka mengingkari Tuhan Lata, Uzza dan Mannah. Berita ini tercium bani Makhzum, yaitu kaum Abu Hudzaifah. Dan Abu Hudzaifah memanggil mereka serta mengintrogasi mereka tentang kebenaran berita itu. Mereka tidak bisa menyembunyikan keimanan mereka, bahkan mereka menyatakan keislamanya secara terang-terangan di hadapan Abu Hudzaifah. Kaum Abu Hudzaifah memaksa mereka untuk mendustakan dan meninggalkan Muhammad dengan ancaman siksaan yang berat. Namun, ancaman tersebut sama sekali tidak membut hati mereka takut dan tunduk pada orang-orang sesat itu.

Mereka disiksa dengan siksaan yang mengerikan. Mereka dijemur di terik panas matahari dan diletakan di tanah pasir yang amat panas di pinggir kota mekah. mereka diikat dengan rantai. mereka di belenggu dengan besi besar tanpa mendapat makanan dan minuman. Mereka ditahan di sebuah bangunan kecil yang gelap gulita dan lembab. Namun siksaan itu tidak membuat hati mereka goyah. Mereka saling berpandangan dengan penuh kasih sayang. Kedua matanya mengucurkan air mata yang memancarkan kasih sayang dan belas kasihan. Mereka senantiasa saling menenangkan, memberi kekuatan dan tidak merasa takut dalam memperjuangkan agama Allah. Ternyata penjara, belenggu dan kelaparan tidak berhasil menggoyahkan keimanan mereka.

Mulailah orang-orang zalim dan kafir itu bermusyawarah untuk merencanakan penyiksaan yang lebih dahsyat untuk mereka. Dengan disaksikan oleh tokoh masyarakat, Keluarga yasir di bawa ke lokasi yang panas sekali yang ada di kota Mekah. Sesampainya di sana mereka diikat di tiang-tiang yang dipasang di wc umum, di jemur dibawah terik matahari yang sangat panas, dan di siksa dengan pukulan dan cambukan. Punggung mereka dicambuki hingga memerah darah. Kezaliman dan penyiksaan itu semakin  bertubi-tubi ke seluruh badan mereka. Orang-orang kafir laknat itu tertawa terbahak-bahak seperti teriakan setan. Tiada sedikitpun rasa kasih sayang atau suara belas kasihan dari lubuk hati mereka. Hati mereka telah mati dan tertutup kesombongan.

Di depan tiga jasad itu, para sahabat meneteskan air mata. Rasa haru dan belas kasihan menyeruak di dada mereka. Namun, tidak ada yang bisa dilakukan. hanya doa selalu terlantun dari lisan-lisan mereka. Begitu pula dengan Rasullulah saw yang keluar menuju tempat penyiksaan, Beliau tidak mampu membela dan melindungi mereka, selain hanya berdoa kepada Allah agar ereka di beri keteguhan hati dalam mempertahankan keislamanya. Beliau menghampiri mereka. Pancaran wajah beliau mengalirkan sinar keimanan dan cahaya keyakinan yang begitu deras ke dalam hati dan ruh mereka sehingga mereka dapat melupakan rasa sakit yang mereka rasakan." Bersabarlah, wahai keluarga Yasir. bersabarlah, wahai keluarga Yasir. Sesungguhnya tempat tinggal yang di janjikan kalian adalah surga."kata- kata  Rasullulah itu meneduhkan dan menyejukan hati mereka.

Abu Jahal dan komplotanya menyiapkan kembali berbagai bentuk siksaan yang dahsyat. Sikap terhadap keluarga Yasir pun di tegaskan kembali. Mati atau kembali ke tuhan mereka. Abu Jahal meminta Sumayyah untuk mencaci-maki Tuhannya dan Muhammad serta melepaskan diri darinya dengan iming-iming kebebasan dan jaminan keselamatan. Sumaiyyah dengan keberanianya meludahi wajah Abu Jahal. Ia berani mencacinya dan menyatakan tidak akan kembali kepada kesyirikan. Hilanglah kesabaran Abu Jahal. Emosi dan kemarahanya memuncak sehingga di tusuklah Sumayyah dengan tombak. Jiwa Sumayyahpun melayang di sisi Allah swt, seperti lisanya yang terus menyebut" Allah....Allah". Begitu pula dengan Yasir, ia menemui ajalnya di tangan para ditaktor dan algojo. Kini tinggallah Ammar. Ia dibiarkan hidup oleh orang-orang kafir penyiksa itu dengan sengaja dibeberkan didepan mata kepalanya kematian, kehancuran dan kesewenang-wenangan dan kezaliman atas kedua orang tuanya.

saat itulah turun firman Allah : " ........kecuali orang yang dipaksakan, sehingga hatinya mantap kepada keimanan."

Dengan turunya ayat tersebut, maka Ammar pun terbebas dengan mentaati perintah algojo untuk mencaci tuhan dan Muhammad serta berlepas diri dari keduanya. Setelah di bebaskan dari penyiksaan, segera ia menemui Rasulullah saw. Ia berjalan dengan wajah berlumuran darah, pakaian compang-camping, badan penuh luka yang mengalir darah. sesampainya di rumah Rasulullah saw, Ammar duduk berbaring di sisi beliau sambil menangis dan meratap. Bukan karena duka cita atas kematian orang tuanya, juga bukan karena rasa sakit yang dideritanya, tetapi karena ia telah mengingkari Allah dan Rasul-Nya di hadapan orang-orang kafir itu. Nabi Muhammad saw mengusap air mata Ammar berkali-kali dan mengusap kepalanya dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Bagaimana hatimu, Ammar?"
"Saya masih mantap beriman kepada Allah dan rasul-Nya"
setelah itu Rasullulah saw mendoakannya agar ia selalu mendapat kebaikan dan di dekatkan disisi-Nya.dengan keadaan selamat. Wallahu a'lam bish-shawab

No comments:

Post a Comment