Malu dan Iman


Malu adalah sifat atau perasaan yang membentengi seseorang dari melakukan yang rendah atau kurang sopan. Islam memerintahkan pemeluknya memiliki sifat malu karena dapat meningkatkan akhlak seseorang menjadi tinggi. Orang yang tidak memiliki sifat malu, akhlaknya akan rendah dan tidak mampu mengendalikan hawa nafsu.

Sifat malu merupakan cirri khas akhlak orang beriman. Orang yang memiliki sifat ini apabila melakukan kesalahan atau yang tidak patut bagi dirinya akan menunjukan penyesalan. Sebaliknya, Orang yang tidak memiliki rasa malu merasa biasa saja ketika melakukan kesalahan dan dosa meskipun banyak orang mengetahuinya.

Islam menempatkan  malu sebagai bagian dari iman. Orang beriman pasti memiliki sifat malu. Orang yang tidak memiliki malu berarti tidak ada iman di dalam dirinya meskipun lidahnya mengatakan beriman.

Rasulullah SAW bersabda : �Iman itu lebih dari 70 dan 60 cabang. Cabang iman tertinggi adalah mengucapkan �La ilaha illallah�, dan cabang iman terendah adalah membuang gangguan (duri) dari jalan, dan rasa malu merupakan cabang dari iman.� (HR. Bukhari-Muslim).

Sifat malu perlu ditampilkan seseorang dalam semua aktivitas kehidupan. Melaluinya, seseorang dapat menahan diri dari perbuatan tercela, hina, dan keji. Melalui sifat malu, seseorang akan berusaha mencari harta yang halal dan akan menyesal kalau ketinggalan melakukan kebaikan. Apabila seseorang telah hilang malunya,secara bertahap perilakunya akan buruk, kemudian menurun kepada yang lebih buruk, dan terus meluncur kebawah dari yang hina kepada lebih hina sampai derajat paling rendah.

RasulullahSAW bersabda : �Sesungguhnya Allah apabila hendak membinasakan seseorang, Dia mencabut rasa malu dari orang itu. Apabila rasa malunya sudah dicabut , kamu tidak menjumpainya kecuali dibenci. Apabila tidak menjumpainya kecuali dibenci, dicabutlah darinya sifat amanah. Apabila sifat amanah sudah dicabut darinya maka akan didapati dirinya kecuali sebagai penghianat dan dikhianati. Kalau sudah jadi penghianat dan dikhianati, dicabutlah darinya rahmat. Kalau rahmat sudah dicabut darinya, tidak akan kamu dapati kecuali terkutuk yang mengutuk. Apabila terkutuk yang mengutuk sudah dicabut darinya, maka akhirnya dicabutlah ikatan keislamanya.� (HR. Ibn Majah)

Ada tiga macam malu yang perlu melekat pada seseorang.

Pertama, Malu kepada diri sendiri ketika sedikit melakukan amal saleh kepada Allah dan kebaikan untuk umat dibandingkan orang lain. Malu ini mendorong meningkatkan kuantitas amal saleh dan pengabdian kepada Allah dan umat.

Kedua, Malu kepada manusia, Ini penting karena dapat mengendalikan diri agar tidak melanggar ajaran agama, meskipun yang bersangkutan tidak memperoleh pahala sempurna lantaran malunya bukan karena Allah. Namun, malu seperti ini dapat memberikan kebaikan baginya dari Allah karena ia terpelihara dari perbuatan dosa.

Ketiga, Malu kepada Allah. Ini malu yang terbaik dan dapat membawa kebahagian hidup. Orang yang malu kepada Allah, tidak akan berani melakukan kesalahan dan  meninggalkan kewajiban selama  meyakini Allah selalu mengawasinya.
Mengingat sifat malu penting sebagai benteng memelihara akhlak seseorang dan sumber utama kebaikan, maka sifat ini perlu dimiliki dan dipelihara dengan baik. Sifat malu dapat memelihara iman seseorang.

No comments:

Post a Comment