" Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan keragaman lidah (bahasa) kamu dan warna kulit kamu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar, terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui." (QS. Ar Rum (30l) : 22).
Kita adalah makhluk sosial, tidak dapat hidup tanpa bantuan pihak lain. Kebutuhan tidak dapat terpenuhi tanpa kerjasama dan bantuan orang lain. Karena itu, berkomunikasi adalah keniscayaan bagi kita. Tidak ada kerjasama tanpa perkenalan, dan tidak ada perkenalan tanpa sarana, seperti gerak, isyarat, tulisan, atau lafal (kata) yang dituturkan.
Sarana yang termudah buat manusia sekaligus termurah walaupun pada hakikatnya tanpa bantuan Allah akan menjadi sangat kompleks adalah berbicara. Allah telah menganugerahi kita bibir, lidah, mulut, paru-paru, kerongkongan dan pita suara untuk menghasilkan erbagai bunyi yang berbeda.
Melalui bunyi-bunyi yang berbeda-beda, kita berbicara dan setelah disepakatinya makna bunyi itu oleh satu masyarakat, maka lahirlah satu kata yang mengandung makna tertentu, yang bila digabung dengan bunyi yang lain dalam susunan yang tepat, maka lahirlah bahasa yang berbeda antara satu bahasa masyarakat manusia dengan bahasa masyarakat manusia lain. Bunyi semua binatang sama. Di manapun anda berada di pedalaman afrika atau di kota metropolitan seperti new york atau paris, anda akan mendengar suara kucing atau anjing sama saja. Ini berbeda dengan bunyi bahasa yang digunakan manusia.
Sementara pakar berpendapat bahwa hubungan antara manusia melalui pembicaraan telah terjadi sejak 45.000 tahun sebelum masehi
Ini konon pertama kali terjadi di daerah sekitar iran dewasa ini. Kini ada ribuan yang berbeda-beda dipersada bumi ini. Sementara pakar menyatakan jumlahnya mencapai sekitar enam ribu bahasa, dan yang telah hilang pun ada sekitar itu. Di indonesia ada 370 suku, hampir setiap suku memiliki bahasanya sendiri. Ini berarti di indonesia ada sekitar 370 bahasa daerah. Perbedaan lidah antara lain dalam arti bahasa dijadikan Allah sebagai salah satu ayat-ayat kekuasaan Nya.
Ini konon pertama kali terjadi di daerah sekitar iran dewasa ini. Kini ada ribuan yang berbeda-beda dipersada bumi ini. Sementara pakar menyatakan jumlahnya mencapai sekitar enam ribu bahasa, dan yang telah hilang pun ada sekitar itu. Di indonesia ada 370 suku, hampir setiap suku memiliki bahasanya sendiri. Ini berarti di indonesia ada sekitar 370 bahasa daerah. Perbedaan lidah antara lain dalam arti bahasa dijadikan Allah sebagai salah satu ayat-ayat kekuasaan Nya.
Berbicara adalah satu kegiatan yang sangat kompleks, bukan saja karena melibatkan banyak organ yang sangat canggih, tetapi memerlukan langkah-langkah yang sebagian diantaranya hingga kini belum diketahui sepenuhnya oleh para pakar. Ia dimulai dengan perasaan yang mendorong untuk mengucapkan satu maksud. Perasaan ini kemudian berpindah entah bagaimana ke otak sebelah kiri. Kemudian, dada mendorong kadar tertentu dari angin yang terdapat di dalamnya, yang kemudian berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain di tenggorokan hingga mencapai pita suara yang sangat kompleks. Lalu pita suara itu menghasilkan bunyi sebagaimana diperintahkan oleh otak, nyaring atau halus, panjang atau pendek, dengan tekanan pada bunyi tertentu atau tidak dan lain-lain. Selanjutnya bergeraklah lidah, bibir, rahang, serta alat ucap lainya pada tempat-tempat tertentu dan yang diatur oleh bagian-bagian otak tertentu sehingga menghasilkan bunyi-merdu atau sumbang, yang didengar oleh pihak lain, lalu mengalami lagi proses yang rumit, hingga dipahami oleh mitra bicara. Apa yang terdengar dari yang berbicara itu, pada hakikatnya adalah proses mental internal yang berlangsung pada diri si pembicara yang si pembicara sendiri tidak menyadari bahkan tidak mengetahui bagaimana terjadinya. Manusia tidak mungkin mampu melakukan itu semua, tanpa bantuan Allah swt. Kini sadarkah kita bahwa di balik bunyi apapun yang kita suarakan, Allah berperanan besar mengatur sistem serta penganugerahan potensi-potensi yang kita perlukan untuk berbunyi atau berbicara itu?
Bagaimana proses yang terjadi sehingga bunyi yang ini dipahami oleh mitra bicara bahwa yang dimaksud adalah ini, dan bunyi yang berbeda maksudnya adalah ini, dan bunyi yang berbeda maksudnya adalah itu? Siapa yang mengajar sehingga terjadi kesepakatan makna? Disini berbeda pendapat lagi para pakar.
Kata yang terucapkan dalam bentuk suara dan ditangkap oleh pihak lain, mengharuskan pihak lain itu untuk mendengar suara atau kata tersebut. Jika anda membawa seorang putra inggris dan hidup di tengah masyarakat terbelakang di Afrika dan dia mendengarkan bahasa mereka, pastilah anak itu akan berbahasa seperti bahasa masyarakat yang ditemuinya, tidak akan berbahasa inggris. Demikian salah satu bukti yang menunjukan bahwa bahasa bermula dari peniruan apa yang didengar. Bayangkanlah apa yang terjadi pada dua orang pertama di permukaan bumi ini? Pasti bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa yang diajarkan oleh selain mereka berdua. Bukankah mereka berdua belum pernah mendengar satu suara atau kata sebelumya? Yang mengajarkanya menurut sementara ulama adalah Allah swt. Itulah menurut sementara mereka yang di isyaratkan oleh firman Nya :
"Dia (Allah) mengajarkan Adam nama-nama seluruhnya" (QS. Al Baqarah (2):31).
Sistem pengajaran bahasa kepada manusia (anak kecil) bukan dimulai dengan mengajarkan kata kerja, tetapi mengajarkanya terlebih dahulu dengan nama-nama misalnya : "ini apa, ini mama, itu mata, itu pena" dan sebagainya. Ini pulalah menurut mereka salah satu argumentasi yang membuktikan bahwa Allah yang mengajar manusia bahasa dan berbahasa.
Adapun pendapat yang benar, namun yang pasti adalah kemampuan manusia berpikir yang kompleks dan mengkomunikasikanya dengan pihak lain melalui bunyi yakni bahasa merupakan anugerah yang sangat besar. Firman Allah swt :
Ar rahman Tuhan pelimpah rahmat, mengajarkan Al Quran, menciptakan manusia dan mengajarkanya Al Bayan (pandai berbicara)"(QS. Ar Rahman (55) : 1-4).
Mengajarnya al Bayan adalah mengajarnya menjelaskan dam berekspresi dalam arti menganugerahkanya potensi untuk mengungkap maksud yang terdapat dalam benaknya. Ini bukan saja sekedar mewujudkan suara dengan menggunakan rongga dada, pita suara dan kerongkongan, bukan juga hanya dalam keanekaragaman suara yang keluar dari kerongkongan akibat perbedaan makharij al huruf (tempat-tempat keluarnya huruf) dari mulut, tetapi juga bahwa Allah swt menjadikan manusia dengan ilham Nya mampu memahami makna suara yang keluar itu, denganya dia dapat menghadirkan sesuatu dari alam nyata ini, betapapun besar atau kecilnya, yang wujud atau tidak wujud, yang berkaitan dengan masa lampau atau datang, serta menghadirkan dalam benaknya hal-hal yang bersifat abstrak yang dapat dijangkau oleh manusia dengan pikiranya walau tidak dapat dijangkau oleh indranya. Itu semua dihadirkan oleh manusia kepada pendengarnya dam ditampilkan di hadapan indranya seakan-akan pendengarnya itu melihatnya dengan mata kepala.
Tidaklah dapat wujud kehidupan bermasyarakat manusia, tidak juga makhluk ini dapat mencapai kemajuan yang mengagumkan dalam kehidupanya sebagaimana yang telah dicapai dewasa ini kecuali dengan kesadaran tentang al kalam (pembicaraan) itu. Dengan kesadaran ini, terbuka pintu yang seluas-luasanya untuk memperoleh pengetahuan dam memberi pemahaman. Tanpanya manusia akan sama saja dengan binatang dama hal ketidakmampuanya mengubah wajah kehidupan dunia ini.
Pengajaran al bayan ini tidak hanya terbatas pad ucapan,tetapi mencakup segala bentuk ekspresi, termasuk seni dan raut muka, bahkan juga potensi berpikir, yakni mengetahui persoalan kulli dan juz'i, menilai yang hadir dan juga yang gaib dengan menganalogikanya dengan yang hadir. Sekali dengan tanda-tanda, di kali lain dengan perhitungan, kali ketiga dengan ramalan dan di kali selanjutnya dengan memandang ke alam raya serta cara-cara yang lain, sambil membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan semacamnya. Itu semua disertai dengan potensi untuk menguraikan sesuatu yang tersembunyi dalam benak serta menjelaskan dan mengajarkan kepada pihak lain. Sekali dengan kata-kata, di kali lain dengan perbuatan-ucapan, tulisan, isyarat dan lain-lain. Dengan demikian manisia tadi mampu untuk menyempurnakan selainya. Demikian antara lain uraian pakar tafsir Al Quran,Burhanuddin Al Biqa'i.
Satu bunyi yang terucapkan, diibaratkan sebagai satu wadah. Ia boleh jadi berisi makna, boleh jadi juga tanpa makna, atau tanpa makna bagi satu masyarakat tetapi bermakna bagi masyarakat yang lain. Katakanlah bunyi cantik. Bunyi yang merupakan kata dalam bahasa indonesia ini, tidak dikenal dalam bahasa arab atau inggris. Bahkan bunyi yang kita lambangkan dengan huruf C pada kata cantik bunyi itu tidak dikenal dalam bahasa arab.
Isi satu bunyi (kata) bisa baik bisa juga buruk. Kita dituntut untuk menggunakan yang isinya baik-baik saja. Di sisi lain, isi satu wadah bunyi (kata), diibaratkan juga dengan benih, katakanlah benih lahirlah anak.
Di sisi lain, kata yang mampu anda ucapkan, masih merupakan tawanan anda, tetapi begitu anda mengucapkanya, maka dia telah menawanan anda. Anda bebas berbicara, tetapi ingatlah bahwa :
"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir". (QS. Qaf (50):18).
Karena itu, pilihlah waktu untuk berbicara, dan bila berbicara, dan bila berbicara ucapkan yang singkat tetapi penuh makna. Paling tidak dengan demikian, anda telah menghemat tenaga dan waktu anda dan mitra bicara anda serta mengurangi tanggung jawab anda.
Allah swt befirman :
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka yang melakukan bisikan, siapapun mereka, kecuali bisikan-bisikan yang menyuruh orang lain memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, yakni kebajikan yang direstui agama dan masyarakat atau mengadakan perdamaian diantara manusia yang berselisih". (QS. An Nisa (4):114)
Mampukah kita berbicara seperlunya dengan pembicaraan yang berguna? Semoga demikian adanya. Wa Allah A'lam.
(Sumber : Risalah Jumat)